Oleh: Muhamad Ivansyah
Tak dapat disangkal lagi, bahwa pesatnya arus kemodernan dan merajalelanya globalisasi dalam bidang teknologi digital secara khusus pada konteks ketersediaan informasi dan akses internet membuat dunia seakan tak berjarak dan waktu serasa dapat dilipat. Hal ini tentunya dirasakan oleh hampir seluruh manusia dimuka bumi ini.
Terbukti di tahun 2015, kita diperhadapkan dengan era MEA atau Masyarakat Ekonomi Asean yang memaksa kita untuk bersaing secara terbuka dan profesional dengan agenda perdagangan bebas. Namun beberapa tahun setelahnya, yakni ditahun 2017-2018, MEA beralih menuju era millenial yang mendikte masyarakat dunia mesti mengkonversi sebagian aktivitasnya dari manual menjadi digital.
Yang saya maksudkan ialah, dewasa ini kita hidup pada era millenial yang mengharuskan kita untuk senantiasa melek literasi, dalam hal ini lebih kepada literasi digital untuk dapat cakap berinteraksi dengan kanal media digital, piranti teknologi informasi dan jaringan serta membaca respon dari perkembangan teknologi sebagai bagian tak terpisahkan dari aktivitas abad modern. Tentunya ini adalah sebuah tantangan sekaligus peluang bagi kita millenial Indonesia untuk bisa terus tumbuh dan survive dilautan kemajuan digital.
Jangan Ada Gaplit Diantara Kita
Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia pada tahun 2019, yaitu sebanyak 171,2 juta orang. Kemudian ada peningkatan 8,9 % ditahun berikutnya, sehingga jumlah pengguna internet di Indonesia menjadi 197 juta atau 74 % dari populasi Indonesia pada tahun 2020.
Jika hasil survei ini akurat, maka secara terang dan nyata saya bisa pastikan bahwa tidak ada lagi orang yang gaptek di negara kita. Namun bukan berarti tidak ada yang gagap teknologi menjadikan semua paham terhadap literasi. Buktinya, hari ini masih begitu banyak masyarakat yang gagap literasi atau gaplit, bahkan ditengah derasnya arus kemodernan yang mengguyur kita.
Kegagapan literasi yang menimpa masyarakat kita menjadikan negara ini sulit bersaing dalam segala sektor, disebabkan kurangnya nilai kreativitas serta produktivitas yang dihasilkan oleh masyarakat. Akibat dari itu, aktivitas internet yang digandrungi oleh sebagian besar penggunanya tidak terlepas jauh dari sikap membebek, sharing sebelum saring, hingga menjadikan konten hoaks sebagai landasan kebenaran.
Maka dengan sikap penuh keteguhan, gaplit atau gagap literasi mesti dihapuskan disegala lini aktivitas masyarakat. Melalui kolaborasi, semua pihak untuk mengedukasi betapa pentingnya melek literasi bagi kemajuan suatu bangsa.
Virus Kreativitas Millenial
Angin segar yang berhembus dari beberapa kota besar di Indonesia membawa optimisme yang kuat bagi masyarakat. Bahwa kedepan negara ini akan terus bertumbuh dalam menghasilkan karya serta inovasi yang luas. Optimisme ini disuntikkan oleh para Millenial penyebar virus kreativitas yang telah lebih dulu berkompromi dengan kemajuan teknologi serta realitas digital.
Adalah Adamas Belva Defara melalui Start-up RuangGuru-nya yang memberi edukasi kepada seluruh siswa pun mahasiswa. Dengan memanfaatkan ruang digital sebagai upaya meningkatkan budaya literasi. Serta kesadaran belajar bagi setiap individu yang mengakses platformnya. Juga ada Yayan Ardhianto dengan platform 7 Pagi. Ini sukses menciptakan proses pendidikan yang komprehensif dengan pemanfaatan teknologi sebagai ruang kontrol utama oleh orang tua dan guru. Jangan pula lupakan sosok Lenang Manggala dengan Mahakaryanya bernama GMB-Indonesia. Sebuah Start-up berbasis sosial pendidikan yang merevolusi sistem penerbitan buku. Dari yang rumit, lama dan terbatas menjadi gratis, mudah, cepat sekaligus menguntungkan.
Segala kreativitas pada konteks digital ini diprakarsai oleh Millenial. Yang sadar dan paham akan pentingnya penguasaan juga inovasi pada sektor digital. Sehingga literasi digital menjadi pusat dari medan kreativitas millenial Indonesia untuk merubah sudut pandang dunia akan stigma terhadap negara kita. Pada akhirnya virus kreativitas ini akan terus tumbuh dan menyebar selama semua pihak saling topang-menopang. Dalam upaya menguatkan literasi digital di Indonesia.
Maka dengan penguasaan teknologi digital, disertai ide yang orisinal dan kreativitas yang tinggi, kebebasan berekspresi. Ditambah dukungan stakeholder, diyakini kemudian akan dapat membentuk masyarakat Indonesia yang jauh lebih maju di level Asia dan Global.